Apakah peningkatan kesejahteraan guru sejalan dengan peningkatan kualitas pendidikan? |
Peneliti RISE dari SMERU Research Institute, Luhur Bima, menyampaikan hanya sekitar 9% kebijakan pemerintah kawasan yang ditujukan untuk perbaikan kemampuan mengajar dan pengetahuan guru. Beberapa kebijakan, misalnya, menyisihkan 4% dari pemberian sertifikasi untuk mengikuti training, forum-forum guru yang diadakan di daerah, dan kerjasama pemerintah kawasan dengan universitas untuk memperlihatkan pelatihan bagi guru.
Tentu banyak faktor yang memengaruhi kinerja guru, usia salah satunya. Berdasarkan Pemetaan PNS 2018 oleh World Bank, ada 29,40 persen guru yang akan pensiun dalam waktu 5 tahun. Jumlah tersebut terus meningkat dan dalam 20 tahun, akan ada 81,70 persen guru yang pensiun.
Ada kemungkinan kinerja guru mandek atau stagnan disebabkan faktor usia. Banyak dari guru di usia tersebut sulit mengikuti keadaan dengan kurikulum pendidikan yang dinamis dan teknologi internet.
Berdasarkan data Kemendikbud, memang banyak jumlah guru dan kepala sekolah yang mendekati masa usia pensiun atau berusia 50-59 tahun, terutama di jenjang SD dan SMP. Sementara di jenjang Sekolah Menengan Atas dan SMK, guru paling banyak berusia 20-29 tahun.
Selain itu, data Kemendikbud juga memperlihatkan sebagian kecil guru yang aktif yang berusia lebih dari 60 tahun. Performa masing-masing guru tentu berbeda, tapi tidak tertutup kemungkinan adanya penurunan stamina apabila guru senior tersebut diberi beban mengajar yang tinggi.
Selain memperhatikan faktor usia, kita juga perlu melihat rasio guru terhadap siswa. Tidak sedikit guru yang harus mengajar siswa yang jumlahnya melebihi rata-rata nasional. Di tiap jenjang pendidikan, setidaknya ada 5 provinsi dengan rasio guru kurang dari rata-rata nasional.
Rasio guru dan siswa berarti jumlah siswa yang diajar oleh seorang guru di kelas. Di Papua misalnya, pada jenjang SD, seorang guru harus mengajar 28 siswa, dikala idealnya guru SD hanya mengajar 17 siswa. Selain itu, di jenjang SD, Jawa Barat merupakan kawasan kedua dengan rasio guru dan siswa lebih rendah dibanding rata-rata nasional.
Pembahasan lebih komprehensif mengenai kualitas dan kesejahteraan guru juga dibahas dalam penelitian yang dilakukan Varkey Foundation, University of Sussex, dan National Institute of Economic and Social Research (NIESR). Laporan berjudul Global Teacher Status (GTS) Index 2018 (PDF) itu memaparkan hubungan antara status guru di masyarakat dan akhirnya terhadap pendidikan.
Status guru dinilai menurut perbandingan antara profesi guru sekolah dasar dan sekolah menengah terhadap profesi lainnya, bagaimana profesi guru dikomparasi dengan profesi sosial sejenis, dan pemeringkatan penghargaan terhadap guru di mata siswa memandang profesi guru.
Baca juga: Guru Adalah Profesi dengan Tanggung Jawab Besar
Hal ini juga menentukan apakah seseorang akan menentukan profesi ini di suatu negara, bagaimana mereka akan dihormati, dan dihargai secara finansial. Kesemua hal tersebut berdampak pada cara mengajar dan memberikan ilmu pengetahuan pada siswa.
Cina mempunyai indeks GTSI maksimal, ialah 100, tapi honor guru juga di Cina tidak terlalu besar, hanya USD 12.210 dalam setahun. Sementara skor PISA Cina menempati peringkat ke-7 dari 29 negara sampel studi.
Di sisi lain, Indonesia yang berada di posisi ketiga dengan indeks 62,10 dan honor guru yang lebih besar dari Cina, masih mempunyai skor PISA yang rendah dibanding negara-negara lain di Asia, yakni peringkat 27 dari 29 negara.
Narasi bahwa kesejahteraan guru mempengaruhi kualitas pendidikan sepertinya berlaku di Taiwan dan Korea. Penghormatan dan honor yang cukup tinggi mempengaruhi rangking PISA.
Programme for International Student Assessment (PISA) merupakan sistem ujian yang diinisiasi oleh Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), untuk mengevaluasi sistem pendidikan dari 72 negara di seluruh dunia. Setiap tiga tahun, siswa berusia 15 tahun dipilih secara acak, untuk mengikuti tes dari tiga kompetensi dasar ialah membaca, matematika dan sains.
Pembahasan lebih komprehensif mengenai kualitas dan kesejahteraan guru juga dibahas dalam penelitian yang dilakukan Varkey Foundation, University of Sussex, dan National Institute of Economic and Social Research (NIESR). Laporan berjudul Global Teacher Status (GTS) Index 2018 (PDF) itu memaparkan hubungan antara status guru di masyarakat dan akhirnya terhadap pendidikan.
Status guru dinilai menurut perbandingan antara profesi guru sekolah dasar dan sekolah menengah terhadap profesi lainnya, bagaimana profesi guru dikomparasi dengan profesi sosial sejenis, dan pemeringkatan penghargaan terhadap guru di mata siswa memandang profesi guru.
Baca juga: 7 Negara dengan Gaji Guru SD Tertinggi di Dunia
Hal ini juga menentukan apakah seseorang akan menentukan profesi ini di suatu negara, bagaimana mereka akan dihormati, dan dihargai secara finansial. Kesemua hal tersebut berdampak pada cara mengajar dan memberikan ilmu pengetahuan pada siswa.
Cina mempunyai indeks GTSI maksimal, ialah 100, tapi honor guru juga di Cina tidak terlalu besar, hanya USD 12.210 dalam setahun. Sementara skor PISA Cina menempati peringkat ke-7 dari 29 negara sampel studi.
Di sisi lain, Indonesia yang berada di posisi ketiga dengan indeks 62,10 dan honor guru yang lebih besar dari Cina, masih mempunyai skor PISA yang rendah dibanding negara-negara lain di Asia, yakni peringkat 27 dari 29 negara.
Narasi bahwa kesejahteraan guru mempengaruhi kualitas pendidikan sepertinya berlaku di Taiwan dan Korea. Penghormatan dan honor yang cukup tinggi mempengaruhi rangking PISA.
Programme for International Student Assessment (PISA) merupakan sistem ujian yang diinisiasi oleh Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), untuk mengevaluasi sistem pendidikan dari 72 negara di seluruh dunia. Setiap tiga tahun, siswa berusia 15 tahun dipilih secara acak, untuk mengikuti tes dari tiga kompetensi dasar ialah membaca, matematika dan sains.
Sumber: Tirto
Advertisement